BAB
III
LANDASAN
TEORI
1.1
KAYU SENGON
Kayu sengon yang dalam bahasa latin disebut Paraserianthes Falacataria,
yang merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di
Indonesia. Jenis ini dipilih sebagai salah jenis tanaman hutan tanaman industri
di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada
berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas
kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Di beberapa
lokasi di Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian
tradisional maupun komersial.
Nama Local atau daerah antara lain Sengon
(umum), jeungjing (Sunda), Sengon laut (Jawa), sika (Maluku), Tedehu pute (Sulawesi),
wahogon (Irian Jaya).
Sengon, seperti halnya jenis-jenis
pohon cepat tumbuh lainnya, diharapkan menjadi jenis yang semakin penting bagi
industri perkayuan di masa mendatang, terutama ketika persediaan kayu
pertukangan dari hutan alam semakin berkurang. Jumlah tanaman sengon di
Indonesia baik dalam skala besar ataupun kecil meningkat dengan cepat selama
berapa tahun terakhir. Daerah penyebaran sengon cukup luas, mulai dari
Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Maluku (Charomaini dan Suhaendi 1997). Menurut
laporan Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), propinsi
dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat,
dimana total jumlah pohon yang dibudidayakan di kedua provinsi ini dilaporkan
lebih dari 60% dari total jumlah pohon sengon yang ditanam oleh masyarakat di
Indonesia.
1.2
KARAKTERISTIK SENGON
Kayu sengon pada umumnya ringan,
lunak sampai agak lunak. Kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda pucat
seperti daging atau kuning muda sampai coklat kemerahan. warna kayu gubal umumnya
tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasardan merata dengan arah serat
lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan
agak mengkilap. Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V.
Tabel 1. Kerapatan kayu sengon
Kerapatan
Kayu (kg/m3)
|
Kadar
Air
(%)
|
Referensi
|
||
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
||
240
|
330
|
490
|
15
|
Martawijaya dkk. (1989)
|
230
|
300
|
500
|
12
|
Soerianegara dan Lemmens (1993)
|
Sengon merupakan jenis pohon cepat
tumbuh dan volume yang dihasilkan seringkali tinggi. Soerianegara dan Lemmens
(1993) melaporkan bahwa rata-rata riap volume tahunan berkisar antara 10-25 dan
30-40 m3/ha dapat dicapai dalam periode rotasi 8–12 tahun. Pada kondisi tempat
tumbuh yang bagus, Bhat dkk. (1998) melaporkan bahwa sengon dapat mencapai riap
volume tahunan rata-rata sebesar 39 m3/ha pada rotasi 10 tahun dengan riap
volume maksimum 50 m3/ha.
1.3
KEGUNAAN KAYU SENGON
Kayu sengon dapat digunakan untuk
berbagai keperluan seperti bahan konstruksi ringan (misalnya langit-langit,
panel, interior, perabotan dan kabinet), bahan kemasan ringan (misalnya paket,
kotak, kotak cerutu dan rokok, peti kayu, peti teh dan pallet), korek api,
sepatu kayu, alat musik, mainan dan sebagainya (Gambar 1). Kayu sengon juga
dapat digunakan untuk bahan baku triplex dan kayu lapis, serta sangat cocok
untuk bahan papan partikel dan papan blok. Kayu sengon juga banyak digunakan
untuk bahan rayon dan pulp untuk membuat kertas dan mebel (Soerianegara dan
Lemmens 1993).
(a)
|
(b)
|
Gambar 1. Contoh (a) sendok es dan (b) triplek
yang terbuat Dari Kayu Sengon
1.4
BAHAN PENGAWET
Bahan
pengawet kayu sengon terhadap serangan rayap kayu kering yang digunakan dalam
penilitian ini adalah ekstrak tembakau dan urea.
1.5
PENGAWETAN KAYU SENGON
Pengawetan
kayu sebagai metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu dengan perlakuan
fisik ataupun kimia. Pengawetan kayu memiliki tujuan untuk menambah usia
gunakan kayu lebih lama, khususnya kayu yang dimanfaatkan untuk material
bangunan atau perabot luar ruangan, gara-gara pemakaian tersebut yang amat
riskan pada degradasi kayu akibat serangga/organisme ataupun factor abiotis (
panas, hujan, lembab ).
Kelas
Awet kayu dikategorikan ke di dalam lebih dari satu kelas awet:
1. Kelas awet I (benar-benar awet), contoh : kayu sonokeling, jati.
1. Kelas awet I (benar-benar awet), contoh : kayu sonokeling, jati.
1
Kelas awet II (awet), contoh :
kayu merbau, mahoni.
2
Kelas awet III (kurang awet),
contoh : kayu karet, pinus.
3
Kelas awet IV (tidak awet), contoh
: kayu sengon.
4
Kelas awet V (benar-benar tidak
awet)
Di dalam SNI 03-5010. 1-1999, hanya
kayu dengan kelas awet III, IV dan V yang membutuhkan pengawetan. Akan tetapi
pada kebutuhan khusus, sisi kayu gubal dari kayu kelas awet I serta II juga membutuhkan
pengawetan.
Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam
pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas
awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah faktor penyebabnya.
Adapun faktor penyebab kerusakan
digolongkan menjadi:
a. Penyebab non-makhluk hidup :
Faktor
non-makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsur pengaruh alam dan
keadaan alam itu sendiri.
1. Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang
mampu merusak komponen kayu sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang
termasuk factor fisik antara lain: suhu dan kelembaban udara, panas matahari,
api, udara, dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu mempercepat kerusakan
kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-menerus kena
panas maka kayu akan cepat rusak.
2. Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam
atau akibat tindakan manusia. Yang termasukfaktor mekanik antara lain: pukulan,
gesekan, tarikan, tekanan, dan lain sebagainya. Faktor mekanik berhubungan erat
sekali dengan tujuan pemakaian.
3. Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar
terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja mempengaruhi unsure kimia yang
membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia
perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan basa.
b.
Penyebab kerusakan oleh makhluk
hidup :
Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam,
kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur
pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga
yang melapukkan kayu, mmengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya
merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor. Jenis-jenis
serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya
menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup
antara lain:
1. Jenis jamur (cendekiawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang
biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya
hidup sangat subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu
kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu,
tapi ada juga kayu yang hanya berubah warnanya menjadi kotor, misalnya jamur
biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, jamur
pelunak kayu dan jamur pewarna kayu.
2. Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropic
misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut makan
dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap
tanah, rayap kayu kering, dan serangga bubuk kayu.
3. Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin akan
mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat
lain. Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi,
ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki factor ketahanan, karena adanya zat
ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara,
kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Yang terpenting, pengawetan kayu berarti:
memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap
makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar, yaitu jenis-jenis serangga,
jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan pengawet (wood preservative)
sampai saat ini menunjukkan hasil yang terbaik. Semua industri pengawetan kayu
umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan pengawet berikut cara atau
proses memasukkannya yang berbeda.
Alasan manusia
melakukan pengawetan kayu karena:
1.
Kayu yang memiliki kelas keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit
didapat dalam jumlah banyak, selain itu harganya cukup mahal.
2.
Kayu berkelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah didapat
dalam jumlah banyak dan cara pengerjaannya pun lebih mudah. Selain itu segi
keindahannya cukup tinggi, hanya faktor keawetannya saja yang kurang. Sehingga
lebih efisien bila diawetkan terlebih dahulu.
3.
Di lain pihak dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan
financial.
Tujuan pengawetan kayu:
1.
Untuk memperbesar keawetan kayu sehingga kayu yang mulanya memiliki umur
pakai tidak panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian.
2.
Memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan
sebelumnya belum pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di
Indonesia memiliki potensi hutan yang cukup luas dan banyak dengan aneka jenis
kayunya.
3.
Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga
pengangguran dapat diatasi.
Cara pengawetan kayu (rendaman):
Kayu direndam di dalam
bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan)
bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu
pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang
terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker.
Ada beberapa macam
pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman
panas dan rendaman dingin. Disini penulis melakukan penelitian dengan cara
rendaman panas dan dingin, yang lazim dilakukan dalam bak dari logam.
Cara rendaman panas dan
dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi
dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan
bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan
pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu
yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap
dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.
BAB
IV
METODOLOGI
4.1
SISTEMATIS PENELITIAN
Diagram 1. Bagan Alir sistematis
penelitian
|
Selesai
|
Mulai
|
Studi Pustaka
|
Persiapan
|
Alat :
1. Alat tulis
2. Bak perendaman
3. Pemanas air
4. Kipas angin
5. dll
|
Bahan :
1. Kayu sengon
2. Pengawet (ekstrak tembakau dan
urea)
3. Air
4. Rayap
5.
|
Rendaman panas dan rendaman
dingin
|
Uji sampel :
1. Sampel A
2. Sampel B
3. Sampel C
4. Sampel D (control)
|
Data dan Hasil
|
Kesimpulan dan Saran
|
Analisa
|
4.2
JENIS PENELITIAN
Pengujian
ini termasuk penelitian eksprimen karena pengujian dilakukan di laboratorium
4.3
WAKTU DAN TEMPAT
PENELITIAN
Penelitian
ini dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pasir
Pengaraian.
Tabel 2. Jadwal perencanaan penelitian
No
|
Jenis Kegiatan
|
Bulan
|
|||||
Feb
|
Mar
|
Apr
|
Mei
|
Jun
|
Jul
|
||
1
|
Persiapan
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Penyusunan
Proposal
|
|
|
||||
3
|
Seminar Proposal
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Penelitian
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Penyusunan
Skripsi
|
|
|
||||
6
|
Seminar Skripsi
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Penyerahan Hardcopy dan Softcopy
Skripsi
|
|
|
4.4
ALAT DAN BAHAN
4.4.1
Alat
1. Alat tulis
2. Bak perendaman
3. Pemanas (oven)
4. Kipas angin
5. Sarung tangan
6. Timbangan analitik
7. dll
4.4.2
Bahan
1. Kayu sengon
2. Pengawet (ekstrak tembakau dan
urea)
3. Air
4. Rayap
4.5
PROSEDUR PENELITIAN
4.5.1
Persiapan alat dan bahan
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini berupa media bak perendaman yang terbuat dari
logam sebagai tempat uji sampel.
Gambar 2. Bak perendaman
|
100 cm
|
50 cm
|
50 cm
|
Spesifikasi benda uji yaitu kayu
sengon dengan dimensi 5x7x15, untuk benda uji A direndam dalam bahan pengawet A
sebanyak 15 buah, benda uji B kayu sengon direndam dalam bahan pengawet B sebanyak
15 buah, benda uji C kayu sengon direndam dalam bahan pengawet C sebanayak 15
buah, dan benda uji D yang berfungsi sebagai kontrol dalam pengujian ini
sebanyak 10 buah
15 cm
|
7 cm
|
5 cm
|
Gambar 3. Dimensi sampel
|
Bahan pengawet yang digunakan adalah
ekstrak daun tembakau dan urea dengan konsentrasi pada bahan pengawet A ekstrak
tembakau 40% urea 5%, bahan pengawet B ekstrak tembakau 70% urea 10%, dan bahan
pengawet C ekstrak tembakau 100% urea 15%.
4.5.2
Penelitian (Eksperiment)
1. Pengambilan sampel dari kayu
sengon (Paraserianthes falcataria)
2. Pengambilan bahan pengawet dari
ekstrak tembakau dan urea
3. Uji kualitas sampel (sampel A,
sampel B, sampel C dan sampel D sebagai kontrol) di Laboratorium Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian
4. Bandingkan kualitas sampel dengan
konsentrasi bahan pengawet yang berbeda.
4.5.3
Hasil
1. Amati prosedur dengan seksama
2. Catat hasil yang terjadi dan
simpulkan
3. Selesai
DAFTAR PUSTAKA
Kotib, Nur Cahyo Nugroho; Drs. Darmono, M. T. 2012. “Efektivitas Pengawetan
Kayu Terhadap
Serangan Rayap Menggunakan Campuran Boraks
Dengan Asam Borat”. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Putri, Nadya; Herawati, Evalina; Batubara, Ridwanti. 2011. “Pengawetan Kayu
Karet (Hevea
braziliensis MUELL Arg) Menggunakan Asam Borat
(H3BO3)
Dengan Metode Pengawetan Rendaman Panas Dingin”.
Sumatera: Universitas Sumatera Utara (USU)
Salmayanti; Ariyanti; Hapid, Abdul. 2013. “Pengaruh Konsentrasi Dan Lama
Perendaman Bahan
Pengawet Daun Tembelekan (Lantana Camara L.)
Pada Kayu Bayur
(Pterospermum Sp.) Terhadap Serangan Rayap Tanah
(Coptotermes Sp.)”. Tadulako: Universitas Tadulako (UT)
Suhaendah, Endah; M. Siarudin. 2013. “Pengawetan Kayu Tisuk ( Roxb ) Melalui
Rendaman Dingin Dengan
Bahan Pengawet Boric Acid Equivalent”.
Ciamis: Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 2, Juni 2014:
93-110
Surya, Yova Futariana; Drs. Darmono, M. T. 2012. “Pengaruh Awal
Pemanfaatan Oli
Dan Briket Batubara Sebagai Bahan Pengawet Kayu
Terhadap Serangan
Rayap”. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar