Jumat, 13 November 2015

LANDASAN TEORI KAYU DAN METODE PENELITIAN



BAB III
LANDASAN TEORI

1.1    KAYU SENGON
Kayu sengon yang dalam bahasa latin disebut Paraserianthes Falacataria, yang merupakan salah satu jenis pionir serbaguna yang sangat penting di Indonesia. Jenis ini dipilih sebagai salah jenis tanaman hutan tanaman industri di Indonesia karena pertumbuhannya yang sangat cepat, mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah, karakteristik silvikulturnya yang bagus dan kualitas kayunya dapat diterima untuk industri panel dan kayu pertukangan. Di beberapa lokasi di Indonesia, sengon berperan sangat penting baik dalam sistem pertanian tradisional maupun komersial.
Nama Local atau daerah antara lain Sengon (umum), jeungjing (Sunda), Sengon laut (Jawa), sika (Maluku), Tedehu pute (Sulawesi), wahogon (Irian Jaya).
Sengon, seperti halnya jenis-jenis pohon cepat tumbuh lainnya, diharapkan menjadi jenis yang semakin penting bagi industri perkayuan di masa mendatang, terutama ketika persediaan kayu pertukangan dari hutan alam semakin berkurang. Jumlah tanaman sengon di Indonesia baik dalam skala besar ataupun kecil meningkat dengan cepat selama berapa tahun terakhir. Daerah penyebaran sengon cukup luas, mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Flores dan Maluku (Charomaini dan Suhaendi 1997). Menurut laporan Departemen Kehutanan dan Badan Statistika Nasional (2004), propinsi dengan luas tanaman sengon rakyat terbesar adalah Jawa Tengah dan Jawa Barat, dimana total jumlah pohon yang dibudidayakan di kedua provinsi ini dilaporkan lebih dari 60% dari total jumlah pohon sengon yang ditanam oleh masyarakat di Indonesia.





1.2    KARAKTERISTIK SENGON
Kayu sengon pada umumnya ringan, lunak sampai agak lunak. Kayu terasnya berwarna hampir putih atau coklat muda pucat seperti daging atau kuning muda sampai coklat kemerahan. warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan kayu teras. Teksturnya agak kasardan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap. Kayu sengon termasuk kelas awet IV/V dan kelas IV-V.
Tabel 1. Kerapatan kayu sengon
Kerapatan Kayu (kg/m3)
Kadar Air
(%)
Referensi
Rendah
Sedang
Tinggi
240
330
490
15
Martawijaya dkk. (1989)
230
300
500
12
Soerianegara dan Lemmens (1993)

Sengon merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan volume yang dihasilkan seringkali tinggi. Soerianegara dan Lemmens (1993) melaporkan bahwa rata-rata riap volume tahunan berkisar antara 10-25 dan 30-40 m3/ha dapat dicapai dalam periode rotasi 8–12 tahun. Pada kondisi tempat tumbuh yang bagus, Bhat dkk. (1998) melaporkan bahwa sengon dapat mencapai riap volume tahunan rata-rata sebesar 39 m3/ha pada rotasi 10 tahun dengan riap volume maksimum 50 m3/ha.

1.3    KEGUNAAN KAYU SENGON
Kayu sengon dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti bahan konstruksi ringan (misalnya langit-langit, panel, interior, perabotan dan kabinet), bahan kemasan ringan (misalnya paket, kotak, kotak cerutu dan rokok, peti kayu, peti teh dan pallet), korek api, sepatu kayu, alat musik, mainan dan sebagainya (Gambar 1). Kayu sengon juga dapat digunakan untuk bahan baku triplex dan kayu lapis, serta sangat cocok untuk bahan papan partikel dan papan blok. Kayu sengon juga banyak digunakan untuk bahan rayon dan pulp untuk membuat kertas dan mebel (Soerianegara dan Lemmens 1993).
 





(a)
(b)
   

Gambar 1. Contoh (a) sendok es dan (b) triplek
yang terbuat Dari Kayu Sengon

1.4    BAHAN PENGAWET
Bahan pengawet kayu sengon terhadap serangan rayap kayu kering yang digunakan dalam penilitian ini adalah ekstrak tembakau dan urea.

1.5    PENGAWETAN KAYU SENGON
Pengawetan kayu sebagai metode untuk menambah tingkat keawetan dari kayu dengan perlakuan fisik ataupun kimia. Pengawetan kayu memiliki tujuan untuk menambah usia gunakan kayu lebih lama, khususnya kayu yang dimanfaatkan untuk material bangunan atau perabot luar ruangan, gara-gara pemakaian tersebut yang amat riskan pada degradasi kayu akibat serangga/organisme ataupun factor abiotis ( panas, hujan, lembab ).
Kelas Awet kayu dikategorikan ke di dalam lebih dari satu kelas awet:
1. Kelas awet I (benar-benar awet), contoh : kayu sonokeling, jati.
1      Kelas awet II (awet), contoh : kayu merbau, mahoni.
2      Kelas awet III (kurang awet), contoh : kayu karet, pinus.
3      Kelas awet IV (tidak awet), contoh : kayu sengon.
4      Kelas awet V (benar-benar tidak awet)
Di dalam SNI 03-5010. 1-1999, hanya kayu dengan kelas awet III, IV dan V yang membutuhkan pengawetan. Akan tetapi pada kebutuhan khusus, sisi kayu gubal dari kayu kelas awet I serta II juga membutuhkan pengawetan.
Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah faktor penyebabnya.
Adapun faktor penyebab kerusakan digolongkan menjadi:
a.    Penyebab non-makhluk hidup :
Faktor non-makhluk hidup ialah pengaruh yang disebabkan oleh unsur pengaruh alam dan keadaan alam itu sendiri.
1.    Faktor fisik, ialah keadaan atau sifat alam yang mampu merusak komponen kayu sehingga umur pakainya menjadi pendek. Yang termasuk factor fisik antara lain: suhu dan kelembaban udara, panas matahari, api, udara, dan air. Semua yang termasuk faktor fisik itu mempercepat kerusakan kayu bila terjadi penyimpangan. Misalnya bila kayu tersebut terus-menerus kena panas maka kayu akan cepat rusak.
2.    Faktor mekanik, terdiri atas proses kerja alam atau akibat tindakan manusia. Yang termasukfaktor mekanik antara lain: pukulan, gesekan, tarikan, tekanan, dan lain sebagainya. Faktor mekanik berhubungan erat sekali dengan tujuan pemakaian.
3.    Faktor kimia, juga mempunyai pengaruh besar terhadap umur pakai kayu. Faktor ini bekerja mempengaruhi unsure kimia yang membentuk komponen seperti selulosa, lignin dan hemiselulosa. Unsur kimia perusak kayu antara lain: pengaruh garam, pengaruh asam dan basa.
b.   Penyebab kerusakan oleh makhluk hidup :
Makhluk hidup perusak kayu beraneka macam, kebanyakan serangan perusak ini sangat cepat menurunkan nilai keawetan dan umur pakai kayu. Ada jenis yang langsung memakan komponen kayu tersebut, ada juga yang melapukkan kayu, mmengubah susunan kimia kayu, tetapi ada pula yang hanya merusak kayu dengan mengubah warna menjadi kebiru-biruan kotor. Jenis-jenis serangga sering melubangi kayu untuk memakan selulosa dan selanjutnya menjadikan tempat bersarang. Adapun jenis-jenis perusak kayu makhluk hidup antara lain:
1.    Jenis jamur (cendekiawan atau fungi), ialah jenis tumbuhan satu sel, yang berkembang biak dengan spora. Hidupnya sebagai parasit terhadap makhluk lain. Umumnya hidup sangat subur di daerah lembab. Jamur terkenal sebagai perusak kayu kering. Sifat utama kerusakan oleh jamur ialah pelapukan dan pembusukan kayu, tapi ada juga kayu yang hanya berubah warnanya menjadi kotor, misalnya jamur biru (blue stain). Macam-macam jamur antara lain: jamur pelapuk kayu, jamur pelunak kayu dan jamur pewarna kayu.
2.    Jenis serangga, merupakan perusak kayu yang sangat hebat, terutama di daerah tropic misalnya: Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain. Serangga tersebut makan dan tinggal di dalam kayu. Macam-macam serangga perusak kayu antara lain: rayap tanah, rayap kayu kering, dan serangga bubuk kayu.
3.    Jenis binatang laut, terkenal dengan nama Marine borer. Kayu yang dipasang di air asin akan mengalami kerusakan yang lebih hebat daripada kayu yang dipasang di tempat lain. Hampir semua jenis kayu mudah diserang oleh binatang laut. Akan tetapi, ada pula beberapa jenis kayu yang memiliki factor ketahanan, karena adanya zat ekstraktif yang merupakan racun bagi binatang laut, antara lain: kayu lara, kayu ulin, kayu giam, dan lain-lain. Yang terpenting, pengawetan kayu berarti: memasukkan bahan racun ke dalam kayu, sebagai pelindung terhadap makhluk-makhluk perusak kayu yang datang dari luar, yaitu jenis-jenis serangga, jamur dan binatang laut. Prinsip memasukkan bahan pengawet (wood preservative) sampai saat ini menunjukkan hasil yang terbaik. Semua industri pengawetan kayu umumnya menggunakan prinsip ini, hanya macam bahan pengawet berikut cara atau proses memasukkannya yang berbeda.
Alasan manusia melakukan pengawetan kayu karena:
1.     Kayu yang memiliki kelas keawetan alami tinggi sangat sedikit, dan sulit didapat dalam jumlah banyak, selain itu harganya cukup mahal.
2.     Kayu berkelas keawetan III sampai dengan V cukup banyak dan mudah didapat dalam jumlah banyak dan cara pengerjaannya pun lebih mudah. Selain itu segi keindahannya cukup tinggi, hanya faktor keawetannya saja yang kurang. Sehingga lebih efisien bila diawetkan terlebih dahulu.
3.     Di lain pihak dengan pengawetan kayu orang berusaha mendapatkan keuntungan financial.


Tujuan pengawetan kayu:
1.     Untuk memperbesar keawetan kayu sehingga kayu yang mulanya memiliki umur pakai tidak panjang menjadi lebih panjang dalam pemakaian.
2.     Memanfaatkan pemakaian jenis-jenis kayu yang berkelas keawetan rendah dan sebelumnya belum pernah digunakan dalam pemakaian, mengingat sumber kayu di Indonesia memiliki potensi hutan yang cukup luas dan banyak dengan aneka jenis kayunya.
3.     Adanya industri pengawetan kayu akan memberi lapangan pekerjaan, sehingga pengangguran dapat diatasi.

Cara pengawetan kayu (rendaman):
Kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam, jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker.
Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Disini penulis melakukan penelitian dengan cara rendaman panas dan dingin, yang lazim dilakukan dalam bak dari logam.
Cara rendaman panas dan dingin lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak hebat.






BAB IV
METODOLOGI

4.1    SISTEMATIS PENELITIAN
Diagram 1. Bagan Alir sistematis penelitian
Selesai
Mulai
Studi Pustaka
Persiapan
Alat :

1.      Alat tulis
2.      Bak perendaman
3.      Pemanas air
4.      Kipas angin
5.      dll

Bahan :

1.      Kayu sengon
2.      Pengawet (ekstrak tembakau dan urea)
3.      Air
4.      Rayap
5.       
Rendaman panas dan rendaman dingin
Uji sampel :

1.      Sampel A
2.      Sampel B
3.      Sampel C
4.      Sampel D (control)

Data dan Hasil
Kesimpulan dan Saran
Analisa
 




























4.2    JENIS PENELITIAN
Pengujian ini termasuk penelitian eksprimen karena pengujian dilakukan di laboratorium

4.3    WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian.

Tabel 2. Jadwal perencanaan penelitian
No
Jenis Kegiatan
Bulan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
1
Persiapan






2
Penyusunan Proposal






3
Seminar Proposal






4
Penelitian






5
Penyusunan Skripsi






6
Seminar Skripsi






7
Penyerahan Hardcopy dan Softcopy Skripsi







4.4    ALAT DAN BAHAN
4.4.1        Alat
1.   Alat tulis
2.   Bak perendaman
3.   Pemanas (oven)
4.   Kipas angin
5.   Sarung tangan
6.   Timbangan analitik
7.   dll
4.4.2        Bahan
1.   Kayu sengon
2.   Pengawet (ekstrak tembakau dan urea)
3.   Air
4.   Rayap
4.5    PROSEDUR PENELITIAN
4.5.1    Persiapan alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa media bak perendaman yang terbuat dari logam sebagai tempat uji sampel.
Gambar 2. Bak perendaman
100 cm
50 cm
50 cm
 









Spesifikasi benda uji yaitu kayu sengon dengan dimensi 5x7x15, untuk benda uji A direndam dalam bahan pengawet A sebanyak 15 buah, benda uji B kayu sengon direndam dalam bahan pengawet B sebanyak 15 buah, benda uji C kayu sengon direndam dalam bahan pengawet C sebanayak 15 buah, dan benda uji D yang berfungsi sebagai kontrol dalam pengujian ini sebanyak 10 buah
15 cm
7 cm
5 cm
 





                                                     

Gambar 3. Dimensi sampel
 


Bahan pengawet yang digunakan adalah ekstrak daun tembakau dan urea dengan konsentrasi pada bahan pengawet A ekstrak tembakau 40% urea 5%, bahan pengawet B ekstrak tembakau 70% urea 10%, dan bahan pengawet C ekstrak tembakau 100% urea 15%.
4.5.2        Penelitian (Eksperiment)
1.    Pengambilan sampel dari kayu sengon (Paraserianthes falcataria)
2.    Pengambilan bahan pengawet dari ekstrak tembakau dan urea
3.    Uji kualitas sampel (sampel A, sampel B, sampel C dan sampel D sebagai kontrol) di Laboratorium Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pasir Pengaraian
4.    Bandingkan kualitas sampel dengan konsentrasi bahan pengawet yang berbeda.

4.5.3        Hasil
1.    Amati prosedur dengan seksama
2.    Catat hasil yang terjadi dan simpulkan
3.    Selesai



















DAFTAR PUSTAKA

Kotib, Nur Cahyo Nugroho; Drs. Darmono, M. T. 2012. “Efektivitas Pengawetan
Kayu Terhadap Serangan Rayap Menggunakan Campuran Boraks
Dengan Asam Borat”. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

Putri, Nadya; Herawati, Evalina; Batubara, Ridwanti. 2011. “Pengawetan Kayu
Karet (Hevea braziliensis MUELL Arg) Menggunakan Asam Borat
(H3BO3) Dengan Metode Pengawetan Rendaman Panas Dingin”.
Sumatera: Universitas Sumatera Utara (USU)

Salmayanti; Ariyanti; Hapid, Abdul. 2013. “Pengaruh Konsentrasi Dan Lama
Perendaman Bahan Pengawet Daun Tembelekan (Lantana Camara L.)
Pada Kayu Bayur (Pterospermum Sp.) Terhadap Serangan Rayap Tanah
(Coptotermes Sp.)”. Tadulako: Universitas Tadulako (UT)

Suhaendah, Endah; M. Siarudin. 2013. “Pengawetan Kayu Tisuk ( Roxb ) Melalui
Rendaman Dingin Dengan Bahan Pengawet Boric Acid Equivalent”.
Ciamis: Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 2, Juni 2014: 93-110

Surya, Yova Futariana; Drs. Darmono, M. T. 2012. “Pengaruh Awal
Pemanfaatan Oli Dan Briket Batubara Sebagai Bahan Pengawet Kayu
Terhadap Serangan Rayap”. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY)